
Laboratorium: Relevansi Surah Al-Baqarah Ayat 42 dalam Fenomena Tokoh Idola
Penulis: Ahmad Mustafa Kamal – [email protected]
Media sosial telah menjadi wadah utama dalam penyebaran konten keagamaan, di mana individu maupun kelompok menyampaikan ajaran Islam melalui berbagai format, seperti video pendek dan infografis. Salah satu fenomena yang berkembang adalah penggunaan ayat-ayat Al- Qur`an untuk memperkuat pesan moral. Sebagai contoh, akun Instagram @baaarqi_ membagikan konten yang mengaitkan Surah Al-Baqarah ayat 42 dengan dua video yang menampilkan perilaku baik dan buruk. Konten tersebut menyampaikan pesan bahwa dalam mengidolakan seseorang, umat Islam harus tetap berpegang pada nilai-nilai Islam, bukan sekadar mengikuti figur tertentu. Namun, pertanyaannya adalah apakah tafsir ayat ini benar-benar mendukung pemaknaan yang diberikan dalam konten tersebut?
Berbagai studi yang berkaitan dengan penggunaan ayat Al-Qur`an dalam dakwah digital telah banyak dilakukan, namun umumnya masih berfokus pada efektivitas media sosial dalam menyampaikan pesan keagamaan. Sebagian lain membahas prinsip-prinsip etika dakwah dalam media digital, seperti pentingnya menjaga kebenaran isi dan menghindari penyebaran hoaks.
Selain itu, ada pula kajian yang menyoroti strategi komunikasi dakwah di media sosial serta interaksi antara pendakwah dan audiens. Namun, sangat sedikit studi yang secara khusus menyoroti bagaimana ayat-ayat Al-Qur`an difahami, ditafsirkan dan digunakan dalam konten dakwah digital, khususnya pada kasus-kasus yang memunculkan pertanyaan apakah penggunaan ayat tersebut sudah sesuai konteks. Oleh karena itu, penulis menuliskan untuk melengkapi kekosongan tersebut dengan menelaah penggunaan Surah Al-Baqarah ayat 42 dalam sebuah konten dakwah akun Instagram @baaarqi_, serta mempertanyakan apakah pemaknaan yang disampaikan dalam video tersebut sudah sesuai dengan tafsir para ulama.
Tulisan ini bertujuan untuk mengulas secara kritis bagaimana ayat-ayat Al-Qur`an, khususnya Surah Al-Baqarah ayat 42, melalui media sosial yang dimanfaatkan dalam penyampaian dakwahnya. Secara umum, tulisan ini ingin menekankan pentingnya memahami konteks dan makna ayat secara tepat agar pesan dakwah yang disampaikan tidak meleset dari maksud yang sebenarnya. Secara khusus, tulisan ini akan membahas tiga hal, yaitu bagaimana surah Al-Baqarah ayat 42 dimaknai dan disampaikan dalam konten dakwah tersebut. Kedua, sejauh mana pemaknaan tersebut sesuai dengan tafsir yang otoratif. Ketiga, apa konsekuensinya jika ayat digunakan diluar konteks dalam penyebaran pesan keagamaan di media sosial.
Kajian terhadap penggunaan ayat Al-Qur`an dalam konten dakwah media sosial penting dilakukan karena berpengaruh langsung pada pemahaman keagamaan masyarakat. Ketika ayat- ayat suci digunakan di luar konteksnya, terjadinya resiko penyempitan atau penyimpangan makna yang dapat menyesatkan audiens. Dalam kasus Surah Al-Baqarah ayat 42, jika ayat ini ditafsirkan secara bebas tanpa merujuk pada tafsir yang otoratif, maka pesan moral yang dibangun diatasnya bisa menjadi problematik. Penafsiran yang tidak kontekstual juga berpotensi digunakan untuk menguatkan opini pribadi atau kelompok tertentu, bukan untuk menyampaikan nilai-nilai Islam yang utuh dan komprehensif. Kajian ini akan membahas lebih jauh dampak dari fenomena tersebut dalam bagian pembahasan.
Penggunaan Surah Al-Baqarah Ayat 42 dalam Konten Dakwah Instagram @baaarqi_
Akun Instagram @baaarqi_ merupakan salah satu platform dakwah yang aktif membagikan video pendek bertema keislaman. Dalam salah satu unggahannya, akun ini menyisipkan ayat ke-42 dari Surah Al-Baqarah yang berbunyi: “Dan janganlah kamu mencampuradukkan antara yang benar dan yang salah, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya.” Ayat ini ditampilkan dalam bentuk teks pada bagian akhir video lengkap dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia, namun tanpa penjelasan tambahan di bagian caption. Penafsiran terhadap ayat ini sepenuhnya disampaikan melalui ilustrasi visual dan narasi suara di dalam video.
Video tersebut menyajikan dua cuplikan adegan yang sengaja dikontraskan. Adegan pertama menampilkan seorang gus atau tokoh agama yang sedang berbicara di depan khalayak. Dalam cuplikan ini muncul teks “berilmu tapi tak beradab,” yang secara tidak langsung mengkritik tokoh tersebut karena meskipun berpengetahuan, dinilai kurang mencerminkan akhlak Islami. Sementara itu, adegan kedua memperlihatkan seorang perempuan yang berdiri di atas panggung konser tanpa mengenakan jilbab. Namun, ia justru diberi label sebagai sosok yang “berbakat, berilmu, dan beradab.” Penampilan yang tidak merepresentasikan simbol keislaman secara lahiriah tidak menghalangi narasi dalam video untuk menggambarkannya sebagai pribadi yang beretika.
Narator dalam video memberikan penjelasan yang mempertegas maksud pesan yang ingin disampaikan. Ia menyatakan bahwa dalam Islam tidak diperbolehkan mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Seorang Muslim dituntut untuk memiliki adab dan akhlak yang baik, sekaligus menjalankan syariat, termasuk menutup aurat. Narator juga menekankan bahwa mengidolakan tokoh tertentu diperbolehkan, asalkan tetap kritis terhadap kekeliruannya dan tetap mengambil pelajaran dari sisi baiknya. Dalam konteks ini, perempuan dalam video kedua diakui memiliki adab yang baik, namun sebagai muslimah tetap berkewajiban menutup auratnya.
Penggunaan Surah Al-Baqarah ayat 42 dalam video ini tampaknya dimaksudkan untuk menegaskan pentingnya membedakan antara kebenaran dan kesesatan, terlebih dalam menilai figur publik. Video tersebut mengingatkan bahwa tidak semua tokoh yang tampil religius benar- benar mencerminkan nilai-nilai Islam, dan sebaliknya, seseorang yang tidak menunjukkan simbol keislaman secara lahiriah belum tentu tidak beradab. Pesan moralnya adalah agar tidak mudah terkecoh oleh penampilan semata, melainkan tetap menilai berdasarkan prinsip-prinsip Islam.
Meski demikian, perlu dicermati bahwa penyajian ayat Al-Qur’an dalam konten dakwah digital idealnya disertai dengan penjelasan latar belakang atau tafsirnya agar tidak menimbulkan interpretasi yang sempit atau keliru. Oleh sebab itu, pembahasan selanjutnya akan menelusuri makna dari ayat tersebut berdasarkan tafsir para ulama untuk mengetahui kesesuaian antara pemaknaan dalam konten dan makna aslinya.
Penafsiran Surah Al-Baqarah ayat 42 dalam Literatur Tafsir.
Surah Al-Baqarah ayat 42 memuat larangan yang tegas dari Allah kepada Ahlul Kitab, terutama kepada para tokohnya, agar tidak mencampurkan antara kebenaran yang datang dari Allah dengan kebatilan yang mereka buat-buat, serta agar tidak menyembunyikan kebenaran yang mereka ketahui.
Al-Ṭabarī menjelaskan bahwa kata “talbisū” dalam ayat ini bermakna mencampur atau mengaburkan sesuatu, yaitu mencampurkan antara kebenaran seperti pengakuan terhadap kenabian Muhammad saw. dengan kebatilan, yakni pengingkaran terhadap risalah beliau secara keseluruhan. Menurut beliau, sebagian Ahlul Kitab menyatakan bahwa Muhammad adalah benar- benar seorang nabi, namun mereka mengingkari kerasulan beliau untuk seluruh umat manusia. Ini adalah bentuk mencampur antara pernyataan yang benar dengan sikap yang salah. Tafsiran lain dari Ibnu ‘Abbās yang dikutip al-Ṭabarī menegaskan bahwa maksud ayat ini adalah melarang mencampur antara kejujuran dan kebohongan serta menyembunyikan kebenaran tentang kenabian yang telah mereka ketahui.
Al-Qurṭubī menambahkan bahwa ayat ini menjadi peringatan bagi para ulama Yahudi dan Nasrani agar tidak memanipulasi isi kitab suci mereka dengan cara menambahkan atau mengurangi makna yang sebenarnya. Mereka dikecam karena menyamarkan penyimpangan mereka di balik kedudukan sebagai orang yang dianggap membawa kebenaran, padahal mereka menyimpan kebenaran demi kepentingan tertentu. Menyembunyikan kebenaran dalam keadaan mengetahui adalah bentuk pengkhianatan terhadap ilmu dan wahyu.
Sementara itu, dalam Shafwatut Tafāsīr, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “mencampurkan kebenaran dengan kebatilan” adalah tindakan Ahlul Kitab yang menggabungkan antara wahyu yang sejati dengan pendapat mereka sendiri yang keliru. Sedangkan larangan menyembunyikan kebenaran ditujukan kepada mereka yang menyimpan informasi tentang sifat- sifat Nabi Muhammad saw. yang sebenarnya telah dijelaskan dalam kitab mereka, meskipun mereka sadar akan kebenaran itu dan juga paham bahaya menyembunyikannya.
Dari penafsiran-penafsiran ini, tampak bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada masa dahulu, tetapi juga menjadi pengingat sepanjang zaman bagi siapa pun yang memiliki pengetahuan agama agar menyampaikan kebenaran secara utuh dan tidak mencampurnya dengan kepentingan pribadi atau kebohongan, serta tidak menyembunyikan hal-hal yang seharusnya diketahui oleh umat.
Implikasi Praktis Surah Al-Baqarah Ayat 42 dalam Konteks Sosial dan Media Sosial
- Kewajiban untuk Selektif terhadap Informasi yang Beredar
Surah Al-Baqarah ayat 42 mengingatkan kita untuk tidak mencampurkan kebenaran dengan kebatilan. Dalam kehidupan sosial dan penggunaan media sosial saat ini, kita sering kali dihadapkan pada informasi yang belum tentu benar, baik akibat kurangnya verifikasi atau karena adanya agenda tertentu. Media sosial, sebagai platform dengan kemampuan penyebaran yang cepat, memungkinkan setiap orang untuk menyebarkan informasi tanpa adanya mekanisme validasi yang memadai. Akibatnya, informasi yang belum terbukti kebenarannya dapat tersebar luas.
Pesan yang terkandung dalam ayat ini sangat relevan dalam situasi ini. Sebagai pengguna media sosial, kita memiliki tanggung jawab untuk tidak sembarangan membagikan informasi yang diterima, terlebih jika informasi tersebut belum diverifikasi kebenarannya. Contohnya, ketika ada klaim mengenai tokoh yang kita kagumi, kita mungkin cenderung untuk mempercayainya begitu saja tanpa memeriksa terlebih dahulu. Namun, ayat ini mengingatkan kita untuk berhati-hati dan tidak ikut serta dalam menyebarkan kebatilan meski datang dari sosok yang kita hormati. Oleh karena itu, kita perlu selalu memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya, dan menghindari klaim yang belum terbukti kebenarannya.
2. Tanggung Jawab untuk Menyampaikan Kebenaran
Selain memperingatkan untuk tidak mencampurkan kebenaran dengan kebatilan, Surah Al- Baqarah ayat 42 juga menekankan pentingnya untuk tidak menyembunyikan kebenaran. Dalam penggunaan media sosial, sering kali kita menghadapi situasi di mana informasi yang kita terima atau miliki berbeda dengan pendapat yang beredar. Misalnya, seorang tokoh terkenal di media sosial mungkin menyebarkan informasi yang tidak sepenuhnya benar atau bahkan menyembunyikan fakta penting.
Sebagai individu yang bertanggung jawab, kita tidak boleh diam jika ada kesalahan. Kita harus berani untuk mengungkapkan kebenaran dan meluruskan informasi yang salah. Di dunia media sosial yang penuh dengan informasi yang belum jelas, kita dituntut untuk lebih teliti dalam menerima dan membagikan informasi. Misalnya, jika kita mengetahui bahwa klaim yang beredar mengenai tokoh yang kita idolakan tidak benar, kita harus siap untuk mengungkapkan fakta yang benar dengan cara yang bijak.
3. Dampak Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik
Media sosial memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk opini masyarakat. Setiap individu dengan akses ke platform seperti Instagram, Twitter, atau YouTube memiliki kekuatan untuk mempengaruhi orang banyak. Tokoh-tokoh terkenal dan influencer menjadi sumber utama informasi bagi banyak orang. Banyak orang cenderung mengidolakan tokoh ini tanpa banyak meragukan kebenaran informasi yang mereka bagikan.
Surah Al-Baqarah ayat 42 mengingatkan kita untuk tidak mencampurkan kebenaran dengan kebatilan, terutama ketika informasi tersebut datang dari tokoh yang kita idolakan. Ketika tokoh tersebut menyebarkan informasi yang salah, pengikutnya sering kali akan mempercayainya tanpa melakukan pengecekan lebih lanjut. Hal ini dapat menyebabkan kebatilan menyebar luas dan kebenaran menjadi terdistorsi.
Fenomena mengidolakan tokoh dalam media sosial menunjukkan bahwa banyak orang lebih mempercayai pendapat atau tindakan tokoh idola mereka tanpa mencari tahu kebenarannya secara mandiri. Ayat ini menjadi pengingat bahwa kita tidak boleh membiarkan kebenaran disembunyikan atau terdistorsi hanya karena alasan kepentingan pribadi atau kelompok.
4. Penerapan Etika Islam dalam Penggunaan Media Sosial
Surah Al-Baqarah ayat 42 mengandung prinsip etika yang penting untuk diterapkan dalam penggunaan media sosial. Di era digital ini, etika Islam mengajarkan kita untuk menjaga kebenaran dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi di media sosial. Kita diingatkan untuk tidak terjebak dalam godaan untuk menyebarkan kebatilan atau menyembunyikan kebenaran.
Dalam konteks media sosial, kita diajak untuk menggunakan platform ini secara bijaksana dan penuh tanggung jawab. Setiap informasi yang kita bagikan dapat memiliki dampak besar bagi orang lain, oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam memilih informasi yang akan disebarluaskan. Sebagai contoh, kita tidak boleh sembarangan membagikan informasi yang belum terverifikasi hanya karena banyak orang yang mempercayainya. Kita harus lebih teliti sebelum menyebarkan sesuatu yang berpotensi menyesatkan atau merugikan orang lain, sesuai dengan pesan dalam Surah Al-Baqarah ayat 42.
Kesimpulan:
Penggunaan ayat-ayat Al-Qur’an dalam dakwah melalui media sosial menuntut kehati- hatian dan pemahaman yang mendalam terhadap konteks dan makna ayat. Kajian ini menunjukkan bahwa penggunaan Surah Al-Baqarah ayat 42 oleh akun Instagram @baaarqi_ menyampaikan pesan moral yang relevan, yaitu pentingnya bersikap selektif dalam mengidolakan seseorang. Namun demikian, penyajian ayat tanpa penjelasan tafsir yang memadai berpotensi menimbulkan interpretasi yang tidak sesuai dengan maksud ayat tersebut.
Penafsiran para ulama terhadap Surah Al-Baqarah ayat 42 menegaskan bahwa ayat ini ditujukan kepada Ahlul Kitab yang mencampur kebenaran dengan kebatilan dan menyembunyikan kebenaran yang telah mereka ketahui. Meski ayat ini memiliki konteks historis tertentu, pesannya tetap relevan dalam kehidupan modern, khususnya dalam ekosistem media sosial yang penuh dengan informasi yang belum tentu benar.
Konten dakwah digital hendaknya tidak hanya menyentuh sisi emosional audiens, tetapi juga harus didasarkan pada penafsiran yang otoritatif. Apabila ayat Al-Qur’an digunakan tanpa merujuk pada konteks dan tafsirnya, maka pesan dakwah berisiko menyimpang dan mengaburkan pemahaman umat terhadap ajaran Islam. Oleh karena itu, para pendakwah digital perlu lebih bertanggung jawab dalam menyajikan konten, dengan memperhatikan prinsip-prinsip etika dan keilmuan dalam menyampaikan ayat suci Al-Qur’an.
Daftar Pustaka
Achmad, Maulana. “Media Sosial Sebagai Strategi Baru Dalam Dakwah Islam Studi Analisis Pada Platform ‘Belajariah.’” Dakwatuna: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam 9, no. 1, Februari 2023.
Barqi, Muhammad Sayyidul. “Reel Dakwah Digital.” Diakses 12 Maret 2025. https://www.instagram.com/reel/DDKJhRmyxR0/?igsh=MWo1dnA0cWlpdzc1eQ==.
Firman Maulidina, Khairatul Ulfi, Annisa Mulia, Ahmad Zuhri Ramadhan, dan Muhammad Saleh. “Etika Dakwah di Media Digital: Tantangan dan Solusi.” Jurnal Manajemen dan Pendidikan Agama Islam 3, no. 2, 2025.
Handriyani, Yessi, dan Muhammad Azhar. “Menyelami Kearifan Kontekstual: Pemahaman Mendalam Terhadap Metode dan Teori Penafsiran Abdullah Saeed.” Al-Mikraj: Jurnal Studi Islam dan Humaniora 4, no. 1, 2023.
Ibnu Kasir, dan Syahrol Awali. “Peran Dakwah Digital dalam Menyebarkan Pesan Islam di Era Modern.” An-Nasyr: Jurnal Dakwah dalam Mata Tinta 11, no. 1, 2024.
Qurtubi, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-. Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Kairo: Dar al- Kutub al-Misriyah, tanpa tahun. (Salah satu tafsir fiqhi terbesar dalam sejarah Islam yang menekankan aspek hukum dari ayat-ayat Al-Qur’an serta dilengkapi dengan penjelasan bahasa dan ijtihad ulama).
Shabuni, Muhammad Ali. Shafwatut Tafasir. Beirut: Dar al-Fikr, 1981. (Merupakan ringkasan dari beberapa kitab tafsir utama seperti Tafsir al-Tobari, al-Qurtubi, dan Ibnu Katsir, dengan bahasa yang mudah dan pendekatan tematik).
Samsudin, Dafrizal, dan Indah Mardini Putri. “Etika dan Strategi Komunikasi Dakwah Islam Berbasis Media Sosial di Indonesia.” Ath-Thariq: Jurnal Dakwah dan Komunikasi 7, no. 2, Juli–Desember 2023.
Tobari, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir al-. Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay al-Qur’an. Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi.
Tag:Laboratorium